Biaya Produksi Relatif Mahal, Warga Setengar Mulai Tinggalkan Kerajinan Rotan


Biaya Produksi Relatif Mahal, Warga Setengar Mulai Tinggalkan Kerajinan Rotan

Ani, Warga Stetengar, Desa Cemaga-
NATUNA | KEJORANEWS.COM : Dusun Setengar , Desa Cemaga Selatan kecamatan Bunguran Selatan, dulunya dikenal sebagai sentra penghasil kerajinan dari rotan. Berbagai kerajinan dari rotan dulu banyak terjual di setiap warung maupun rumah warga di kawasan itu, mulai dari rak pakaian, keranjang buah, keranjang tempat minuman dan tudung saji.

Hal itu karena di sekitar hutan di wilayah desa tersebut, banyak dan mudah ditemukan rotan sebagai bahan baku pembuatan kerajinan rotan. Namun kini usaha kerajian rumah tangga itu telah mulai ditinggalkan oleh warganya.


Ani salah seorang pengrajin rotan telah 2 tahun ini, tidak lagi membuat kerajinan rotan dikarenakan sulitnya memperoleh bahan baku rotan saat ini.


" Saya sudah 2 tahun tidak buat lagi, pertama modal untuk beli bahan baku tidak ada,  karena bahan baku rotan saya beli dari warga sekitar Rp.27 ribu perkilo, kedua barang hasil kerajinan tidak laku, kalau disimpan lama - lama di rumah bisa buruk, rusak warnanya,'' ujar Ani, Sabtu (7/5/2022).


Ia terangkan bahwa, selain biaya untuk rotan yang dikeluarkan untuk memproduksi satu buah hasil kerajinan seperti tudung saji, ia juga juga membayar upah membersihkan rotan, perkilo Rp.10 ribu, belum termasuk biaya pewarna, dan cat vernis. 


Untuk memproduksi satu tudung saji dibutuhkan 4 kilogram rotan, jika ditotal biaya yang harus dikeluarkan mencapai Rp. 200 ribu hingga Rp.250 ribu. Sementara jika tudung saji dijual dengan harga Rp.300 ribu tidak laku.


"Untuk biaya produksi 1 tudung saji saja, tinggal dikalikan saja, rotan 4 kg x Rp.27 ribu, upah bersihkan rotan Rp.10 ribu x 4 kilo, belum termasuk pewarna, vernis dan upah menganyam rotan, total hampir Rp.250 ribu," tambah Ani.


Ani mengaku hingga saat ini belum ada bantuan berupa modal usaha tunai dari pemerintah Kabupaten Natuna bagi pengrajin rotan. Saat ini masiha da sekitar 3 orang pengrajin rotan di Dusun tersebut yang bertahan dalam keterbatasan modal dan pemasaran.


"Kita mau jual seharga Rp.300 ribu tidak laku, mau dibawa keluar biaya produksi, ongkos bawa dan harga jual tidak seimbang, jadi saya dan beberapa teman memilih tidak lagi memproduksi. Kami kesulitan modal dan pemasaran, itu saja," keluh Ani. 

(Piston)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama