Pemkab Anambas, Buruh Pelabuhan dan Kapal Tol Laut Bahas Sejumlah Persoalan


Pemkab Anambas, Buruh Pelabuhan dan Kapal Tol Laut Bahas Sejumlah Persoalan

Pembahasan Masalah Tol Laut
ANAMBAS I KEJORANEWS.COM : Sejumlah persoalan terkait pokok permasalahan Program Kapal Tol Laut di Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA) digelar di Ruang Rapat Kantor Bupati Anambas. Kamis (6/9/2018).

Rapat ini diikuti oleh seluruh pihak terkait, yakni Zukhrin (Assisten I Bupati Anambas Bidang Ekonomi), Usman (Kadis Perindagkop Anambas), Yunizar (Kadis Penanaman Modal dan PTSP), Drajat (Kapten Tol Laut Anambas), Samson Saragih (Mualim II Kapal Tol Laut), Yoke (Korlap Tenaga Kerja Bongkar Muat Anambas), Buncai (Pengusaha Anambas), Andi Agrial (Kepala Dishub Anambas), Ichsan (Kepala Cabang Pelni Pelabuhan Tarempa). 
Pembahasan Masalah Tol Laut


Zukhrin Assisten I Bupati Anambas Bidang Ekonomi yang membuka rapat pada acara ini menyampaikan sejumlah  persoalan yang kini menjadi perhatian pemerintah KKA. Diantaranya adalah mengenai lamanya waktu bongkar muat barang di Pelabuhan Tarempa, Kerusakan dan hilangnya barang bawaan Kapal Tol Laut, Sulitnya olah gerak armada kapal dengan kondisi Pelabuhan Tarempa, Adanya perbedaan perhitungan antara jumlah barang di manifest dan jumlah ril barang, Jadwal kapal yang tidak sesuai dengan employe voyage, dan masalah perpanjangan sertifikat barang berbahaya.

Menanggapi permasalahan tersebut, Usman (Kadisperindag Anambas) mengatakan,bahwa permasalahan lambatnya bongkar muat di Pelabuhan Tarempa telah berkali kali dibahas dalam rapat, namun hingga saat ini masih belum mendapat solusi.
Pembahasan Masalah Tol Laut
" Penyebab lambatnya bongkar muat barang di Pelabuhan Tarempa adalah sistem kerja Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) yang mengangkut barang dari kapal – pelabuhan – gudang milik pengusaha. Bahkan terkadang Buruh TKBM juga menyusun barang gudang pengusaha." Ujarnya.

Ditambahkannya, bahwa dalam peraturan kepelabuhanan, tugas buruh pelabuhan hanya menurunkan barang dari kapal menuju ke gudang pelabuhan atau Ship to Port Storage. Namun yang terjadi di Pelabuhan Tarempa, buruh TKBM harus mengantar hingga ke gudang pengusaha. Hal tersebut terjadi karena tidak adanya gudang di Pelabuhan Tarempa.
Rapat Pembahasan Tol Laut


Selain itu diungkapkannya, bahwa lambatnya proses bongkar muat khusus Tol Laut adalah banyaknya kendaraan yang parkir dan berlalu-lalang di area pelabuhan pada saat bongkar muat Kapal Tol Laut. 

Sementara itu, Drajat, Kapten Kapal Tol Laut, mengatakan menyampaikan bahwa, Kapal Tol Laut atau Caraka Jaya Niaga III-4 hanya mendapatkan kuota berlabuh di Pelabuhan Tarempa selama 3 hari. Namun yang terjadi, Kapal Tol Laut berlabuh 5 hingga 7 hari. Hal tersebut dinilai karena kinerja buruh yang terkesan lambat. 

" Buruh yang seharusnya mulai bekerja pukul 08.00 WIB, faktanya pukul 10.00 WIB baru mulai kerja," ujar Drajat.

Sedangkan terkait, masalah kehilangan barang oleh salah satu konsumen kapal Tol Laut, yaitu berupa cumi kering sebanyak 50 Kg (1 karung), pihak Tol Laut mengakui, meminta maaf, dan telah bersedia mengganti kerugian kepada yang bersangkutan. Hal tersebut terjadi karena keterlambatan pihak pemilik barang di pelabuhan kedatangan di Tg Priok. Sehingga, barang yang sudah diturunkan kembali dinaikkan ke dalam kapal hingga 3 kali.

" Terkait perbedaan perhitungan antara jumlah barang di manifest dengan jumlah barang dalam kondisi ril, pihak kita telah mengkoordinasikan dengan kepala cabang Pelni di Tanjung Priok. Karena tugas Kapten Kapal Tol Laut hanya membawa kapal yang berisi muatan dari pelabuhan ke pelabuhan. Sementara untuk administrasinya, kantor cabang Pelni di masing – masing pelabuhan yang berwenang." Jelasnya.

Diungkapkannya, pada 2 trip sebelumnya, manifest sesuai dengan jumlah barang, yaitu 30 m³ per kontainer. Namun dalam 2 trip terakhir, dalam manifest disebutkan bahwa barang muatan per kontainer hanya 5 m³. 

Sementara, masalah jadwal kapal yang tidak sesuai waktu, disampaikannya bahwa hal itu, karena adanya perubahan jadwal yang bersifat kondisional. 

" Pada trip kali ini, Tol Laut merubah rute dari awalnya, Jakarta – Tarempa – Natuna menjadi Jakarta – Natuna – Tarempa karena permintaan dari Pelni guna pengiriman perabotan untuk keperluan Batalyon Komposit di Natuna sebanyak 29 kontainer." Terangnya.

Dilanjutkannya, masalah perpanjangan sertifikat barang berbahaya, dalam hal ini tabung gas masih dipertimbangkan oleh pihak Pelni. Pengajuan surat perpanjangan barang berbahaya perlu diperpanjanjang per 3 bulan dan pihak Pemda Anambas baru mengirimkan surat permohonan ketika masa berlaku surat izin telah habis. 

" Oleh sebab itu, untuk selanjutnya, Pemda Anambas perlu mengajukan surat permohonan paling tidak satu bulan sebelum masa berlaku izin habis." Pintanya.

Di sisi buruh pelabuhan, Yoke, Korlap TKBM Pelabuhan Tarempa mengatakan bahwa, 
keterlambatan proses bongkar di Pelabuhan Tarempa disebabkan oleh tidak adanya gudang penyimpanan di area Pelabuhan Tarempa, sehingga TKBM harus mengirim barang ke gudang pengusaha. 

" Untuk menangani permasalahan tersebut, kita TKBM telah mengajukan bantuan kepada Pemda Anambas berupa pallet dan terpal. Namun hingga saat ini, pengajuan kita belum terealisasi.

Diterangkannya bahwa, TKBM pernah  mengajukan sebanyak 50 pallet dan 2 terpal berukuran besar kepada Disnaker Anambas. Barang tersebut menurutnya berfungsi sebagai pengganti gudang, yaitu untuk melindungi barang dari hujan dan genangan air. 

"'Dengan adanya pallet dan terpal, maka kita TKBM tidak perlu mengantar barang yang turun ke pelabuhan ke gudang pengusaha, cukup dengan menyusun barang tersebut di atas pallet. Kemudian untuk pengiriman barang dari pelabuhan menuju ke gudang pengusaha akan dikerjakan oleh pengusaha ekspedisi (jasa pengantar barang)." Jelasnya.

Lanjutnya lagi, terpal dan pallet tersebut menurutnya digunakan khusus untuk Tol Laut dan menjadi barang inventaris Pemda Anambas yang dititipkan kepada TKBM.

Terkait perubahan pada manifest yang terjadi dalam 2 trip terakhir, menurut Korlap TKBM ini, karena tidak adanya kepastian terkait satuan yang digunakan untuk dibayarkan oleh pihak Pelni kepada TKBM. 

" Sebelumnya, satuan kontainer menggunakan Kubikasi (m³), yaitu 30 m³. Namun pada 2 trip terkahir menggunakan satuan tonase (Ton), yaitu 5 ton. 
e. Dikarenakan pembayaran yang ditanggung pengguna Tol Laut antara satuan tonase dan kubikasi sama, yaitu Rp 273.000 per m³/Ton, maka pembayaran untuk TKBM disamakan, yaitu Rp 50.000 per m³/Ton. Dalam kasus ini, TKBM yang biasa mendapatkan Rp 1.500.000 per kontainer (30 m³) menjadi Rp 250.000 per kontainer (5 Ton)." Urainya.

Sementara itu Yunizar, Kadis Penanaman Modal dan PTSP Kab Kep Anambas mengatakan, sejak pertama mulai beroperasinya Kapal Tol Laut di Anambas, Disnasker Anambas tidak pernah dilibatkan, namun ketika ada permasalahan mengenai buruh, Disnaker baru dilibatkan. 

Kondisi tersebut menurutnya mengakibatkan, Disnaker Anambas terkesan terlambat dalam menguasai permaslahan Tol Laut, dan juga Disnaker Anambas tidak mengetahui terkait perizinan dan kejelasan perusahaan pengelola TKBM Anambas, sehingga terdapat keraguan pada Pemda Anambas untuk memberikan bantuan terhadap permasalahan tersebut.

Lionardo.
Lebih baru Lebih lama