Cara Gen-Z Antisipasi Berita Hoaks di Era Media Sosial


Cara Gen-Z Antisipasi Berita Hoaks di Era Media Sosial

 

Ilustrasi Berita Hoaks atau Bohong 
OPINI | KEJORANEWS.COM: Di zaman sekarang ini, Gen Z kayaknya udah nggak bisa lepas dari HP apalagi media sosial setiap hari. Bangun pagi langsung buka TikTok, pas istirahat sekolah atau kuliah scroll Instagram, malemnya lanjut ke Twitter atau Threads. Tapi sayangnya, di tengah banjir info gini, nggak semuanya bener. 

Hoaks sering banget muncul dan nyebar cepet, bahkan kadang orang percaya aja tanpa ngecek lagi. Ini bikin Gen Z harus mikir, mau jadi pengguna yang kritis atau malah ikut nyebarin yang palsu.

Hoaks itu bisa datang dari mana mana. Misalnya judul yang kayak melebih-lebihkan, video potongan tanpa konteks lengkap yang buat kita berpikir instant, atau cerita yang sengaja di buat untuk provokasi emosi. Biasanya yang gampang viral itu justru yang nyentuh perasaan sedih atau marah banget. Orang sering langsung share karena ngerasa itu penting, padahal belum tentu bener. Gen Z yang udah biasa digital sebenarnya punya kekuatan buat lawan ini, asal dipake bijak aja.


Salah satu cara sederhana buat ngantisipasi hoaks adalah jangan langsung percaya info yang dateng. Kedengerannya gampang, tapi ini dasar banget. Kalau berita terasa terlalu dramatis, mending pause dulu dan pikir logis. Sumbernya dari mana. Media resmi atau cuma akun nggak jelas. Judul yang di lebih-lebihin sering jadi tanda curiga awal.


Gen Z juga bisa manfaatin kebiasaan multitasking buat ngecek kebenaran. Caranya bisa aja bandingin dari beberapa sumber atau video berbeda. Kalau isunya beneran besar, pasti media kredibel juga bahas. Tapi kalau cuma muncul di satu akun medsos tanpa bukti, kemungkinan palsu. Ini mirip sama critical thinking yang sering diajarin di sekolah.


Ada juga hoaks dari berita lama yang diunggah ulang kayak baru. Atau video yang dipotong potong jadi maknanya beda. Jadi, biasain baca atau tonton konten full, bukan cuma caption atau cuplikan singkat. Ini penting banget biar nggak salah paham.


Literasi digital sekarang banyak banget sumbernya. Ada website fact check, akun edukasi di medsos yang ngajarin cara kenali hoaks. Gen Z yang cepet adaptasi teknologi seharusnya bisa pake ini buat naikin awareness. Jadi medsos nggak cuma hiburan, tapi juga tempat belajar.


Yang susah kadang adalah nahan diri buat nggak share info yang belum pasti. Niatnya bagus mau berbagi, tapi dampaknya bisa parah. Sekali nyebar, susah dikontrol. Kalau lebih selektif sebelum post, udah bantu bikin ruang digital lebih sehat.


Sebenarnya, semua orang bisa aja kena hoaks, bukan cuma Gen Z. Tapi karena Gen Z paling sering main media sosial, perannya jadi cukup penting. Kalau mulai terbiasa cek dulu sebelum share, dampaknya bisa kerasa ke mana-mana. Lingkungan pertemanan jadi lebih enak, obrolan nggak gampang ribut, dan orang-orang juga jadi lebih percaya satu sama lain. Hal kecil kayak ngingetin temen atau nggak ikut nyebarin info yang meragukan itu udah cukup membantu. Lama-lama, kebiasaan mikir dulu sebelum posting bisa terbentuk dengan sendirinya. Jadi, Gen Z nggak cuma jadi penikmat konten, tapi juga ikut jaga biar info yang beredar nggak asal viral.


Pada akhirnya, ngadepin hoaks ini soal sikap dan cara berpikir, bukan cuman ngandelin percaya sama berita mentah. Gen Z punya potensi jadi generasi kritis dan bertanggung jawab sama hal medsos yang jadi keseharian mereka gini. Kalau latihan berpikir logis terus, hoaks nggak akan terlihat seperti ancaman. Tapi ya, ini tantangan yang harus dihadapi bareng bareng.


Artikel ini untuk memenuhi tugas Drs.Widiyatmo Ekoputro, M.A. dosen pengampu mata kuliah Logic and Critical Thinking. Universitas 17 Agustus Surabaya 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama