Tangani Limbah Hitam Hiasi Pantai, Ini Kata Komisi III DPRD Batam


Tangani Limbah Hitam Hiasi Pantai, Ini Kata Komisi III DPRD Batam

Si Hitan di Bawah Rumah Warga
BATAM I KEJORANEWS.COM : Aktifitas di Out Port Limit (OPL), wilayah perairan internasional yang mana bebas/tidak berlaku hukum. Jadi, harusnya Kementerian terkait menyurati ke Badan-Badan lingkungan hidup yang formal di dunia apa itu World Wildlife Fund (WWF), Greenpeace, Persatuan Bangsa-Bangsa/PBB.
 
"kalau terus-terusan begitu jalan keluar, mau - mau tidak pemerintah daerah harus menyuarati hal itu ke pemerintah pusat. Dan pemerintah pusat ke dunia international. Persoalannya sudah di lakukan belum," jelasnya.
 
Hal tersebut disampaikan oleh Komisi III DPRD Batam, Thomas A.Sembiring, S.Sos, di ruang Komisi III DPRD Batam, Batam Centre - Batam, (4/10).
 
Lebih lanjut, menurutnya dampak limbah minyak hitam menepi kedarat. Daerah pesisir, masyarakat, dan nelayan dapat menjadi suatu kerugian, baik itu ekosistem, botani tidak bisa hidup. Mau tak mau pemerintah harus Bioremediasi yang sudah tercemar tersebut.
 
Pemerintah Batam, terkait limbah harus tau asalnya dari mana, dan tindakannya seperti apa, ngomong ke Provinsi serta Kementerian.
 
"Terkait anggaran, Bioremediasi itu, saya tidak tahu apa ada anggaran untuk itu. Anggarannya tidak sedikit apabila seluruh pantai Batam tercemar, Miliaran Rupiah dana yang harus dikeluarkan Pemko Batam," terangnya.
 
"Pemerintah harus membersihkan itu, dan dapat untuk mencegahnya. Sejauh ini DLH Batam, tidak ada mengajukan anggaran untuk itu," tutupnya didampingi Anggota Komisi III DPRD Batam, H.Djoko Mulyono, SH, MH.
 
 
Pantai Kampung Tua Teluk Mata Ikan
Sebelumnya dari penelusuran Jurnalis Maritim Kepri. Sludge Oil/limbah minyak hitam sudah menjadi masalah menahun di kota Batam - Kepulauan Riau (Kepri).
 
Setiap angin musim utara limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), selalu terlihat di perairan maupun pantai. Dan permasalahan itu tak kunjung ada solusinya.
 
Di lokasi terdampak limbah tersebut, salah satu warga, seorang nelayan, Razali mengisahkan bahwa bersama nelayan lainnya hanya bisa bertahan, dikala limbah hitam menghampiri daerah penangkapan ikan, hingga tepian pantai.
 
"Saya di Kampung Tua Teluk Mata Ikan, sejak tahun 2000, dan warga sini selalu bergantung dengan hasil laut. Tapi masalah terbesar kami selalu datang di awal dan penghujung tahun karena minyak hitam itu," terangnya, di Kampung Tua Teluk Mata Ikan, Nongsa - Batam, (26/9).
 
Limbah minyak hitam/B3, lanjutnya tidak pernah usai setiap tahunnya. Dan sejauh ini, pemerintah daerah hanya sebatas melakukan pembersihan. Tapi tidak melakukan pencegahan.
 
"Ini sudah berlangsung dari tahun ke tahun. Pemerintah cuman bisa membersihkan, tidak dapat mencegah minyak hitam hingga bisa sampai ke pantai. Kami juga minta dengan sangat pengawasan di laut ditingkatkan lah," terangnya lagi juga telah melakukan berbagai upaya bersama nelayan lainnya.
 
Lebih lanjut, pada saat musim limbah minyak hitam berlangsung, dampak terhadap aktifitas keseharian warga, terutama dalam menangkap ikan. Razali mengatakan bahwa alat tangkap ikan berupa jaring milik para nelayan belepotan dengan minyak hitam.
 
"Walaupun butuh waktu, dan usaha lebih membersihkan jaring dari limbah minyak. Saya tetap bersihkan, hanya itu satu-satu jaring yang kami miliki," terang pria berusia 50 tahun.
 
Tidak hanya menjadi perhatian warga, pelestarian alam wilayah pesisir/ tepian pantai menjadi salah satu fokus utama Kepala Negara, dengan menanam bakau/mangrove di seluruh pesisir pantai wilayah nusantara.
 
Pada saat kegiatan, Presiden Republik Indonesia (RI), Ir.H.Joko Widodo menyampaikan bahwa rehabilitasi mangrove akan terus dilakukan, di seluruh wilayah Indonesia.
 
Rehabilitasi mangrove sangat bermanfaat karena dapat menyimpan karbon lima kali lebih banyak daripada hutan tropis daratan, sehingga berkontribusi besar pada penyerapan emisi karbon.
 
"Ini meneguhkan komitmen kami terhadap Paris Agreement, terkait perubahan iklim dunia. Pada tahun 2021 ini, kami akan melakukan rehabilitasi mangrove di seluruh Tanah Air, seluas 34 ribu hektare," tegas RI 1, (28/9/21).
 
Hal tersebut disampaikan Kepala Negara dalam kunjungan kerja, melakukan penanaman pohon mangrove dan juga pelepasliaran burung elang laut ke habitat aslinya, di Pulau Setokok Bulang, Batam - Kepri.
 
 
Andi Pratama / Jurnalistik Maritim Kepri, Zona I - Tim VIII

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama