Gegara Wabah Covid-19 Masyarakat Mesuji Tidak Mengawasi Pembangunan Desanya, Bagaimana Dengan Desa Anda?


Gegara Wabah Covid-19 Masyarakat Mesuji Tidak Mengawasi Pembangunan Desanya, Bagaimana Dengan Desa Anda?

Poto ilusi sebagai panis
MESUJI I KEJORANEWS.COM: Krisis global Nasional akibat pandemi Covid-19 di Kabupaten Mesuji, membuat perekonomian sangat memperihatinkan. Dengan adanya wabah ini mengakibatkan aktivitas masyarakat dibatasi dan harus melaksanakan protokol kesehatan(Prokes),  untuk mencegah sekaligus memutuskan mata rantai Covid-19.


Keberadaan virus yang mematikan dan telah memakan korban jutaan jiwa di Dunia ini membuat manusia cukup panik. Semua instansi yang ada di Kabupaten Mesuji disibukan untuk menangani wabah yang telah menjadi Pandemi ini. 


Akibatnya, memaksa pemerintah Pusat, Daerah dan termasuk Desa harus di refocusing atau mengalihkan anggaran termasuk Dana Desa(DD) tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi akibat dampak dari virus yang berasal dari kota wuhan cina tersebut. 


Payung hukum refocusing DD adalah undang-undang nomor 2 tahun 2020 tenyang penetapan Perppu nomor 1 tahun 2020 tenytang kebijakan keuangan Negara dan stabilitas sistim keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19


Keberadaan virus yang masih merajalela ini juga membuat masyarakat khususnya masyarakat Mesuji terlena dan tidak memikirkan tentang salah satu kewajibannya yakni mengawasi kegiatan pembangunan baik yang dibiayai oleh pemerintah pusat atau Daerah termasuk yang dibiayai oleh DD.   


Hasil penelitian Indonesia Corruption Watch(ICW), yang dilansir oleh kejoranews.com, Senin 28 Desember 2020, ada 12 modus korupsi dana desa yang disimpukan oleh Organisasi Non Pemerintah(NGO) yang mempunyai misi untuk mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi Korupsi yang terjadi di Indonesia ini. 


Modus itu antara lain yaitu:


1. Membuat rancangan anggaran biaya di atas harga pasar. 


Ini bisa diantisipasi jika pengadaan dilakukan secara terbuka dan menggunakan potensi lokal desa. Misalnya, pengadaan bahan bangunan di toko bangunan yang ada di desa sehingga bisa melakukan cek bersama mengenai kepastian biaya atau harga-harga barang yang dibutuhkan.


2. Mempertanggung jawabkan pembiayaan bangunan fisik dengan dana desa padahal proyek tersebut bersumber dari sumber lain. 


Modus ini hanya bisa terlihat jika pengawas memahami alokasi pendanaan oleh desa. Modus seperti ini banyak dilakukan karea relatif tersembunyi. Karena itulah APBDes arus terbuka agar seluruh warga bisa melakukan pengawasan atasnya


3. Meminjam sementara dana desa untuk kepentingan pribadi namun tidak dikembalikan. 


Ini juga sangat banyak terjadi, dari mulai kepentingan pribadi hingga untuk membayar biaya S2. Budaya ewuh-prakewuh di desa menjadi salah satu penghambat pada kasus seperti ini sehingga sulit di antisipasi.


4. Pungutan atau pemotongan dana desa oleh oknum pejabat kecamatan atau kabupaten. 


Ini juga banyak terjadi dengan beragam alasan. Dalam hal ini, Perangkat desa tak boleh ragu untuk melaporkan kasus seperti ini. Karena desa-lah yang paling dirugikan.


5. Membuat perjalanan dinas fiktif kepala desa dan jajarannya. 


Banyak kasus perjalanan untuk pelatihan dan sebagainya ternyata lebih ditujukan utuk pelesiran saja.


6. Pengelembungan (mark'up) pembayaran honorarium perangkat desa. 


Jika modus ini lolos maka para perangkat desa yang honornya digelembungkan seharusnya melaporkan kasus seperti ini. Soalnya jika tidak, itu sama saja mereka dianggap mencicipi uang haram itu.


7. Pengelembungan (mark up) pembayaran alat tulis kantor. 


Ini bia dilihat secara fisik tetapi harus pula paham apa saja alokasi yang telah disusun.


8. Memungut pajak atau retribusi desa namun hasil pungutan tidak disetorkan ke kas desa atau kantor pajak. 


Pengawas harus memahami alur dana menyangkut pendapatan dari sektor pajak ini.


9. Pembelian inventaris kantor dengan dana desa namun peruntukkan secara pribadi. 


Lagi-lagi ewuh prakewuh menjadi salahsatu penghambat kasus seperti ini sehingga seringkali terjadi pembiaran


10. Pemangkasan anggaran publik kemudian dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa. 


Publik harus tahu alokasi pendanaan dana desa agar kasus ini tidak perlu terjadi


11. Melakukan permainan (kongkalingkong)


Dalam proyek yang didanai DD. Bisa ditelusuri sejak dilakukannya Musyawarah Desa dan aturan mengenai larangan menggunakan jasa kontraktor dari luar.

 

12. Membuat kegiatan atau proyek fiktif yang dananya dibebankan dari dana desa.


Berbagai modus korupsi dana desa ini sesungguhnya bisa diantisipasi jika warga desa dan berbagai perangkat yang memiliki wewenang melakukan pengawasan termasuh Pers yang merupakan pilar keempat dalam sisitim Demokrasi, aktif memonitor setiap langkah yang dilakukan pembelanjaan dana desa. 


Karena sebuah penyalahgunaan wewenang bakal selalu kemungkinan terjadi karena ada kesempatan yang terbuka. Bagaimana dengan Desa Anda?


(Yusri) 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama