Sanggar Seni Adilas Guna Melatih Serta Membudayakan Seni Lokal, ini Harapan Adi Sukamto Kepada Penurus Bangsa


Sanggar Seni Adilas Guna Melatih Serta Membudayakan Seni Lokal, ini Harapan Adi Sukamto Kepada Penurus Bangsa

Ketika Latian Seni Budaya Campursari Mini.
MESUJI I KEJORANEWS.COM: Salah satu warga Desa Simpang Mesuji, Kecamatan Simpang Pematang, Kabupaten Mesuji bernama Adi Sukamto telah membuat sebuah sanggar seni adilas.


Sanggar seni adilas tersebut untuk melatih serta membudayakan salah satu seni seperti tari piring yang berasal dari Sumatera Barat(Padang) yang dilatih oleh Rio Febian. Selain tari piring, ada juga seni budaya dari Jawa yang tidak asing lagi yaitu seni budaya campursari mini yang dilatih oleh mbah Sukirno yang akrap di panggil mbah Ukir dari Desa Adi Karya Mulya, Kecamatan Panca Jaya.


Sedangkan bila latihan rutin campursari mini setiap malam kamis dan bila latihan seni tari lain harinya mas, jelas Adi Sukamto, Kamis(20/1/2022).


Lanjutnya, kearifan lokal memberi pengaruh positif dalam kehidupan berbangsa. Berbagai tradisi yang tumbuh telah teruji dan menjadi sumber nilai dan norma.


Oleh karena itu, pentingnya terus melestarikan nilai-nilai budaya lokal sebagai sarana pembentukan jatidiri bangsa melalui kesadaran sejarah dan kesadaran budaya, ujar Adi Sukamto ketika ditemui setelah usai latihan. 


Budaya lokal, lanjut Adi Sukamto, jangan sampai hilang. “Jangan sampai kesenian dan budaya kita tenggelam di bawah dominasi budaya asing maka dari itu, kita harapkan seni budaya berbasis lokal tetap eksis dan menjadi daya tarik bangsa-bangsa lain di dunia, khususnya di Kabupaten Mesuji,” harapnya.


Memang di Kabupaten Mesuji memiliki banyak potensi. Dari mulai potensi bersifat ekonomis, maupun potensi seni budaya yang menjadi unggulan daerah. Dari mulai produk makanan, kerajinan, fashion, arsitektur, tulisan, pertanian, kelautan, kedirgantaraan dan masih banyak lagi.


Oh ya, khususnya masyarakat Kabupaten Mesuji atau anak anak penerus bangsa harus mengenali tentang musik campursari. Musik campursari yang wujudnya berupa perpaduan antara musik diatonis dengan musik pentatonis (gamelan), kemunculannya di era 90-an ternyata mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat hingga kini.


Indikasi yang menunjukkan keadaan itu antara lain, merebaknya kelompok-kelompok musik campursari yang bermunculan, intensitas pemutaran lagu-lagu campursari baik di radio maupun di televisi, banyaknya lagu-lagu lama maupun baru dalam format campursari yang beredar di pasaran baik dalam bentuk kaset maupun compact disc.


Terkait dengan hal tersebut di atas, kajian ini dimaksudkan untuk mengungkap beberapa permasalahan tentang, asal usul, fungsi, bentuk pertunjukan dan akulturasi musik campursari, ucapnya.


Guna mengungkap masalah-masalah tersebut di atas, akan dikaji berdasarkan pendekatan historis dan antropologis, dengan teknik pengumpulan data studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi.


Para seniman RRI Semarang yang dimotori oleh Bapak R.M. Samsi, pada tahun 1953 mencoba menggabungkan format musik keroncong dengan gamelan Jawa untuk menyajikan lagu-lagu langgam keroncong dan gending-gending Jawa. Selanjutnya format tersebut mereka namakan campursari. 


Peristiwa tersebut ternyata merupakan awal mula muculnya musik campursari, sebagai sebuah genre musik baru di Indonesia.


Kegunaan yang berhubungan dengan ekonomi, kegunaan dalam kelembagaan sosial, kegunaan dalam kategori estetika dan kegunaan dalarn kategori bahasa, merupakan kegunaan musik campursari bagi masyarakat.


Kemudian musik campursari juga berfungsi sebagai pengungkapan emosional, penghayatan estetika, hiburan, komunikasi reaksi jasmani, serta fungsi pengintegrasian masyarakat.


Pertunjukan musik campursari berupa sebuah peristiwa pertunjukan yang khusus menyajikan lagu-lagu dari awal pertunjukan sampai dengan akhir pertunjukan, terang Adi Sukamto.


(Ys)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama