SE Kemenkes Tarif Rapid Test Antibodi, Ini Tidak Wajar


SE Kemenkes Tarif Rapid Test Antibodi, Ini Tidak Wajar

LSM Gerakan Berantas Korupsi (Gebuki), Thomas A.E
BATAM I KEJORANEWS.COM : Surat Edaran (SE) Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan No : HK.02.02/I/2875/2020, tentang biaya Rapid Test maksimal Rp. 150.000, yang ditujukan kepada seluruh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kota/Kabupaten, Direktur RS, PERSI, Asosiasi Klinik, PKFI, Asosiasi Dinas Kesehatan dan Ikatan Labiratorium Klinik Indonesia (ILKI), dinilai masih memberatkan masyarakat. Sabtu, (11/07/2020)

Hal ini diungkapkan Ketua LSM Gerakan Berantas Korupsi (Gebuki), Thomas A.E,  Jumat (10/7). Kepada media ini, Thomas A.E, menyampaikan bahwa pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 6.77 Triliun untuk pandemi Covid-19, ditambah lagi bantuan dari masyarakat dan pengusaha dari dalam dan luar negeri, sehingga pemerintah seharusnya bisa menggratiskan biaya Rapid Test tersebut.

"Surat edaran ini sebenarnya sudah terlanjur atau terlambat karena sebelumnya masyarakat telah dibebankan biaya Rapid Test oleh fasilitas kesehatan yang besaran Rp 400 ribu sampai Rp 1 Juta. Kita memang dari awal harapkan adanya keseragaman tarif di setiap Fasilitas Kesehatan. Namun lebih baik lagi masyarakat dibebaskan dari biaya rapid test ini. Karena di masa pandemi Covid-19 ini, banyak masyarakat susah makan karena mereka dirumahkan, berhenti dari pekerjaan, dan kesulitan mencari kerja." Urai Thomas.

Tambah Thomas lagi, biaya tarif  keseragaman Rapid Test dari SE Kemenkes tersebut, juga masih relatif mahal karena harga normal dari penelitian Ombudsman RI berkisar di Rp 70.000, untuk Rapid Test. Menurutnya, dengan masyarakat mengeluarkan biaya- biaya tambahan, dalam perjalanan keluar dan masuk daerah, sama saja dengan memanfaat masyarakat yang sedang kesulitan.

"Ini janganlah dijadikan suatu ajang bisnis bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Saya lihat ini ada  indikasi pungutan liar ke masyarakat. Ini tidak wajar dengan adanya besaran anggaran APBN penanganan Covid-19, namun tidak ada untuk rapid test." Terang Thomas.

Terkait masalah biaya Rapid Test ini, Direktur Badan Usaha Bandar Udara dan TIK BP Batam, Suwarso menyampaikan bahwa pihaknya belum dapat memonitor karena pelaksanaan Rapid Test ada dilakukan oleh pihak Rumah Sakit dan Puskesmas, Namun ia mengaku sudah menginformasikan pada sejumlah maskapai penerbangan untuk menerapkan Surat Edaran yang dikeluarkan Kementerian tersebut.



Andi Pratama
Lebih baru Lebih lama