PMK 199 dan Lalin Barang, Ini Penjelasan Deputi BP Batam


PMK 199 dan Lalin Barang, Ini Penjelasan Deputi BP Batam

Deputi Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi, Sudirman Saad (No.2 dari kiri)
BATAM I KEJORANEWS.COM : Batam dirancang sebagai kota industri dan parawisata, bukan sebagai tempat, atau lalulintas perdagangan barang dari luar negeri transit di Batam, lalu  menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Rabu, (29/01/2020)

Deputi Badan Pengusahaan (BP) Batam, Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi, Sudirman Saad menuturkan berdasarkan data statistik nasional dari 57,9 juta pengiriman barang dari luar negeri masuk ke Indonesia di tahun 2019, 77,7 % transit di Batam.

"Jadi, ada 45 juta pengiriman dari luar negeri via Batam. Sementara terkait reseller di Batam terdapat sekitar 400-an, perkiraan saya tidak mungkin mereka melakukkan pengiriman barang konsumsi sekitar 45 juta kali," terangnya.

Karena dari infomasi yang diterima. Lanjutnya, bisnis tersebut berkembang mulai dari tahun 2010, dan bukan hanya pelaku reseller aja yang terlibat. Maka dari itu BP Batam meminta agar dapat membentuk asosiasi, agar dapat mengetahui jumlah pengiriman barangnya.

"Kalau saya lihat dari reseller yang hadir pada pertemuan lalu, mereka hanya untuk menambah kebutuhan hidup sehari-hari saja, tidak dirancang sebagai bisnis yang berkembang secara besar," ungkapnya

Hal tersebut disampaikannya dalam kegiatan coffee morning, diskusi bersama terkait lalu lintas barang, turut hadir Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol, Kasubdit Perdagangan, (28/1) di Marketing Centre BP Batam, Batam Centre - Batam.

Peti Kemas di Batam
Ia melanjutkan, sementara Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB)/FTZ untuk Batam, berkaitan dengan barang konsumsi sebetulnya di rancang hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Batam, dan mensupprot Industri.

Terkait hal tersebut, menurutnya dibentuklah Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor PMK-199/PMK.10/2019 tanggal 26 Desember 2019 (PMK 199) di rancang secara terbuka dan sampai pada suatu kesimpulan dari USD 75 diturunkan menjadi senilai USD 3 per barang konsumsi.

Nilai barang tersebut, sudah dihitung sedemikian rupa. "Itu angka yang betul - betul di satu sisi masih memberikan ruang untuk pemasukkan barang, sekaligus memproteksi industri kecil menengah," jelasnya.

Ia mengungkapkan contohnya di pulau Jawa (Bekasi, Sidoarjo) untuk kondisi tahun lalu, itu kolap/tutup karena banyaknya masuk barang - barang import tadi. Dan pemerintah menditeksi bahwa yang paling besar kontribusinya dalam pengiriman barang yaitu melalui online/reseller dari Batam.

Seperti  jilbab buatan China banyak masuk, dan pasar - pasar tradisional terdapat dengan barang luar negeri diantaranya, sepatu, tas, dan tekstil. "Sehingga ekonomi kerakyatan kita menjadi taruhannya. dan ini harus di proteksi. PMK 199 di rancang sudah sangat partisipatif dan akhirnya pemerintah mengambil keputusan untuk melindungi industri kecil dan menengah di Indonesia," tutupnya.

Berikutnya, di tempat yang sama, Kasubdit Industri Krus Haryanto menambahkan terkait lalu lintas barang industri, BP Batam sudah mengajukan kepada pemerintah pusat, terkait aturan pembatasan di dalam PP 10 tahun 2012.

Dimana selama ini, untuk pembatasan bahan baku, bahan penolong dari industri yang ada di Batam harus mengajukan Persetujuan Import (PI). Untuk itu, BP Batam mengusulkan aturan pembatasan di kawasan bebas bisa di cabut.

Selanjutnya, pemasukkan barang modal tidak baru, sesuai Permendag 118 tahun 2018 dimana harus ada pengecualian dari Kementrian terkait, BP Batam mengusulkan untuk kegiatan relokasi industri di kecualikan sehingga sudah diakomodir dengan Permendag No.76 tahun 2019.

Sehingga nantinya  indsutri - industri yang ada di Batam, yang akan memasukkan bahan baku dan penolong, serta investasi dan relokasi industri maupun untuk pengembangan usaha, peningkatan kapasitas produksi. Bisa langsung mengajukkan ke BP Batam tidak melalui lembaga dan Kementrian terkait.



Andi Pratama
Lebih baru Lebih lama