Perlindungan Anak Idealnya Dikaji dari Hulunya, yakni Keluarga, Lingkungan dan Pendidikannya


Perlindungan Anak Idealnya Dikaji dari Hulunya, yakni Keluarga, Lingkungan dan Pendidikannya

BATAM I KEJORANEWS.COM : Perlindungan Terhadap Anak Dari Tindak Kekerasan menjadi fokus diskusi Centros pada Sabtu (4/5/16). 

Kegiatan yang digelar di Food Colony, Nagoya Citywalk Lubuk Baja Kota Batam ini, dihadiri sejumlah narasumber yang berkompeten dibidang tersebut, yakni Eri SYahrial M.PdI, Ketua Umum Perkumpulan KPAID Se Indonesia Dan Komisioner KPPAD Provinsi Kepulauan Riau. Aiptu Puji Hastuti Kepala Urusan Pembinaan Operasional Satuan Reserse Kriminal (Kaur Bin Ops Sat Reskrim) Polresta Barelang. Dan Mantan Anggota DPRD Kepri Hendriyanto S.T., pengamat permasalahan sekaligus Counterpart dari Centros.

Dalam diskusi ini mengungkap bahwa dalam kekerasan terhadap anak, aparat kepolisian akan dapat menindaklanjuti jika ada laporan dari pihak korban atau melakukan tindakan jika ada kecurigaan, karena masalah kekerasan terhadap anak ini, yang terbanyak biasanya dilakukan oleh orang terdekat yakni dilingkungan keluarga sendiri, sementera keluarga merupakan wilayah domestik diluar jangkauan dari pemerintah atau penegak hukum.

Eri SYahrial M.PdI, Komisioner KPPAD Provinsi Kepulauan Riau mengatakan, mulai Januari hingga Maret 2016 pengaduan kasus yang menyangkut anak telah ada sebanyak 58 kasus, jumlah itu merupakan total dari kasus anak sebagai korban kekerasan maupun anak sebagai pelaku kekerasan.


Budi Heriyadi Pemandu Acara Diskusi Centros usai kegiatan mengatakan, Centros menyimpulkan bahwa Penanganan masalah anak ini harus dilihat dari hulunya, yakni lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan pendidikannya. Untuk itu pemerintah dari lintas sektoral yakni; kementrian pendidikan, kesehatan, sosial, keamanan perlu bersama dalam penanganan kekerasan terhadap anak itu. Selain sudah adanya Komisioner Perlindungan Anak (KPA), pemerintah juga perlu membentuk Satuan Tugas (Satgas) yang berguna untuk tindakan pencegahan kejahatan terhadap anak.

" Melihat hasil diskusi tadi, pelaku kejahatan kekerasan terhadap anak paling banyak adalah orang terdekat, dan biasanya aparatur terlambat merespon, karena masalah keluarga pemerintah atau aparat penegak hukum tidak bisa masuk ke dalamnya. Cara masuknya pemerintah ke keluarga yaitu dari lingkungan masyarakat itu sendiri. Sehingga selain adanya KPA perlu juga adanya Satgas pencegahan dari masyarakat seperti Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling), yang mana mereka bertugas melakukan tindakan preventif " Ujar Budi.

"Jika masuk ke ranah keluarga, lingkungan masyarakat dan pendidikan anak, maka perlu kerjasama dari lintas sektoral yakni; kementrian pendidikan, kesehatan, sosial, keamanan. Jadi idealnya UU atau Perpu tentang Perlindungan Anak dibuat harus sedetail mungkin dilihat dari hulunya tadi, yakni keluarga, lingkungan masyarakat dan pendidikan" tegas Budi.

" Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang  memberi sanksi pemberatan pidana, berupa ditambah 1/3 ancaman pidana, (hukuman) mati, seumur hidup atau penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun, dan sanksi tambahan lain berupa pengumuman identitas, kebiri kimia dan pemasangan deteksi elektronik bagi pelaku, menurut saya bertujuan baik, namun jangan sampai aturan ketegasan untuk melindungi anak-anak itu malah menjadi ambivalen, yang sifatnya mendidik namun malah menjadi lebih keras terhadap anak" Tambah Budi

Hal senada turut disampaikan oleh Hendriyanto ST., terkait pendidikan anak, mantan anggota DPRD Prov Kepri 2009-2014 ini mengatakan, masalah anak adalah tanggung jawab utama dari orang tua, dan selanjutnya  guru di sekolah. Dalam hal ini orang tua harus selalu memantau perkembangan anak-anaknya baik di sekolah, maupun di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Selain itu, misi pendidikan anak idealnya bukan bertujuan memintarkan atau mencerdaskan anak, namun bertujuan menjadikan anak berahlak mulia.

" Hal lainny menurut saya, aturan hukuman kepada guru yang melakukan kekerasan terhadap murid, juga perlu untuk dikaji kembali, agar lebih detail, karena saat ini banyak guru pengajar yang menjalani proses pidana sementara belum tentu guru tersebut tentu melakukan tindak kekerasan. Bukan saya antipati dengan aturan itu, namun agar anak dapat dididik menjadi lebih berahlak mulia, menurut logika saya guru melakukan hukuman untuk tujuan baik, jadi aturan pidana guru itu harus dibuat dengan benar-benar komprehensif dan detail, sehingga tidak merugikan salah satu pihak, baik guru ataupun murid" pungkas Hendriyanto.

Rdk

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama