Alamak! Kasus Kapal Hakim Bentak Jaksa


Alamak! Kasus Kapal Hakim Bentak Jaksa

Terdakwa Sudaryanto dengar Keterangan Rudi
BATAM I KEJORANEWS.COM : Sidang perkara terdakwa Sudaryanto, nahkoda kapal tugboat tanpa Surat Perintah Berlayar (SPB) dari Syahbandar digelar di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Senin (27/8/2018).

Sidang dalam perkara ini bisa dikatakan unik, karena pimpinan terdakwa Sudaryanto, yang bernama Rudi, yang seharusnya ikut menjadi terdakwa malahan menjadi saksi di persidangan ini. Selain itu jaksa yang menjadikan kapal tugboat sebagai barang bukti di nota dakwaan menempatkannya di pulau Sambu tanpa sepengetahuan dari PN Batam.

Akibatnya Hakim Ketua Majelis yang juga Ketua PN Batam, Dr. Syahlan, S.H.,M.H., naik pitam dan marah kepada jaksa Mega Tri Astuti, S.H., dan juga saksi Rudi yang merupakan atasan terdakwa Sudaryanto.
Terdakwa Sudaryanto dan Rudi usai Persidangan


Pertanyaan hakim ketua yang menanyakan keberadaan kapal di mana, dijawab jaksa di pulau Sambu yang tidak jauh dari Batam dan hanya satu jam, membuat Dr. Syahlan naik pitam dan sempat membentak jaksa Mega.

" Saudara jangan main-main dengan barang bukti, ada tidak surat dari jaksa menitip ke sana. Siapa yang mengawasi di sana, kalau rusak bagaimana? Soalnya ini barang bukti yg ada pada Dakwaan anda," ujar hakim Syahlan kepada jaksa Mega.

Bentakan ketua majelis hakim tersebut sempat membuat kaget pengunjung sidang.

Saksi Rudi yang ikut mencoba menjelaskan bahwa kapal biasanya memang dititipkan di pulau Sambu, semakin membuat Syahlan semakin kesal.

 " Ada tidak anda membuat izin menitipkan barang bukti itu ke panitera. Anda bertanggung jawab tidak terhadap barang bukti itu? Jangan sembarangan nanti anda urus suratnya ke panitera sebagai barang pinjam pakai! " perintah Syahlan kepada terdakwa.

" Baik yang mulia, " ujar Rudi.

Sidang yang dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa ini, Sudaryanto mengaku bahwa dokumen kapal lainnya lengkap, hanya SPB yang tidak ada. Ia juga menjelaskan bahwa kapal tersebut dengan 11 Anak Buah Kapal (ABK) rencananya akan menarik tongkang di perairan internasional Out Port Limit (OPL), namun keburu ditangkap oleh TNI Angkatan Laut Batam di perairan Nongsa.

Sudaryanto mengatakan dirinya tahu, kalau kapal yang ia bawa tidak memiliki SPB, namun ia tidak bisa menolak karena perintah perusahaan melalui Rudi yang merupakan manajer operasional perusahaan.

" Saya sudah 3 tahun membawa kapal Bu jaksa, saya tahu kalau tidak ada SPB , namun saya tidak bisa menolak karena perintah pak Rudi dan perusahaan." Ujar terdakwa.

Penyampaian terdakwa tersebut semakin membuat hakim Syahlan kesal.

" Kalau seperti itu saudara disuruh masuk got atau lobang mau saja, padahal di dalamnya sangat bahaya, " ujar hakim Syahlan.

Selain Rudi dalam sidang ini, seorang kepala kamar mesin kapal juga menjadi saksi.

Dalam perkara ini, jaksa Mega terlihat tidak transparan dan terkesan menutupi sejumlah data, karena dalam Sistem Informasi Pelaporan Pengadilan (SIPP) PN Batam, dakwaan terhadap perkara tidak dilaporkan secara lengkap, diantaranya,  identitas perusahaan, nama kapal tugboat, dan kronologis kejadian secara detail.

Selain itu, kasus ini juga menarik, pasalnya terdakwa Sudaryanto yang merupakan kapten kapal tidak dipenjara dan pimpinan terdakwa yang jelas-jelas mengaku yang memerintahkan terdakwa melakukan tindakan pidana, tidak dijadikan sebagai tersangka, namun hanya menjadi saksi yang terlihat santai, padahal anak buahnya tersebut terancam dengan pidana penjara maksimal 5 tahun penjara.

Dakwaan primer Sudaryanto dalam perkara ini dibuat secara alternatif yaitu, pasal 323 Ayat 1 Undang – undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Yang berbunyi " Nakhoda yang berlayar tanpa memiliki Surat Persetujuan Berlayar yang dikeluarkan oleh 
Syahbandar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 ayat (1), dipidana dengan pidana 
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus 
juta rupiah). 

Dan alternatif kedua, pasal 302 Ayat 1 Undang – undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Yang berbunyi: " Nakhoda yang melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan mengetahui bahwa 
kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) dipidana 
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak 
Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)."  

Ada apa?

Rdk
Lebih baru Lebih lama